SENOPATI PAMUNGKAS, SEJARAH SILAT
MAJAPAHIT
Senopati Pamungkas, adalah karya
besar alias masterpiece dari Arswendo Atmowiloto. Dengan jumlah ribuan halaman,
Senopati Pamungkas beberapa kali naik cetak ulang oleh Gramedia. Terbit pertama
kali di tahun 80-an dan pernah menjadi cerita bersambung di majalah Hai dan
Kawanku. Bahkan di medio 90-an, pernah digagas untuk diangkat ke layar perak. Cetakan
pertama oleh Gramedia dalam bentuk buku dengan jumlah 25 seri. Ditengah demam
silat di negeri kita, Senopati Pamungkas cukup sukses merebut pasar.
Bersetting di abad 14, dimasa
transisi dari kerajaan Singasari yang ditumbangkan oleh Kediri dan Kadiri yang
diberangus oleh cikal bakal kerajaan terbesar Nusantara, Majapahit. Menengahkan
Upasara wulung sebagai tokoh utama. Upasara Wulung adalah ksatria pilih tanding
hasil didikan Ksatria Piningit, sebuah program menjaring prajurit pilihan dari
Singasari. Program itu ikut hilang dengan jatuhnya Singasari. Upasara kelak
bergabung dengan Perguruan Awan dan menjadi jagoan nomer satu di Majapahit.
Saya membaca pertama kali
Senopati Pamungkas, saat duduk di kelas satu SMP. Kebiasaan nongkrong di
perpustakaan menjadi media perkenalan saya dengan Upasara Wulung. Dengan membanjirnya
cerita silat yang simpel saat itu, membaca Senopati Pamungkas untuk otak SMP
membuat kepala sedikit puyeng. Di SMA saya coba membaca lagi dan masih
merasakan kepusingan. Saya justru lumayan enjoy ketika membaca karya Arswendo
yang lain, ‘Tembang Tanahair’. Penggalian Senopati Pamungkas saya lakukan lagi
di masa kuliah. Dan akhirnya saya bisa membaca dengan penalaran yang lumayan.
Kenapa saya katakan seperti itu,
karena Senopati Pamungkas bukanlah sebuah karya yang sederhana. Tidak seperti
karya silat yang hanya bak..bik..buk.., Senopati pamungkas menyajikan suasana
lain. Silatnyapun, diulas jurus per-jurus, dari yang wajar sampai yang aneh-aneh.
Situasi politik juga disorot dan dibedah. Dan disinilah, letak keunggulan buku
ini (juga kepusingan). Karena ini buku fiksi, maka dapat dimaklumi jika
Arswendo memakai versi dari sudut pandangnya sendiri. Letak ‘kepusingan’-nya
adalah, pola pikir tokoh-tokohnya yang terkadang tak menentu, pembahasan yang
terlalu njlimet (apa itu mahamanusia) dan topik cerita yang terlalu panjang.
Jika kita mau membaca senopati
Pamungkas ini, tidak cukup hanya satu atau dua hari. Edisi awal yang 25 seri,
cukup untuk pembagian waktu. Sedang edisi kedua, ribuan halaman Senopati
Pamungkas di masukkan dalam dua buku dengan edisi hard cover dan ukurannya
cukup besar. Yang terakhir, gramedia meluncurkan satu pack seri Senopati
Pamungkas dengan 5 buku yang cukup mudah ditenteng dan tidak berat.
Sebagai orang awam, saya melihat
sejarah Majapahit berdasarkan yang tertulis dibuku-buku. Tentu saat membaca
Senopati Pamungkas, saya mencari momen penting dalam catatan sejarah seperti
tumbangnya Singasari, hancurnya Kadiri oleh Mongol dan Majapajit. Juga tentang
pemberontakan yang ramai diawal berdirinya Majapahit seperti pemberontakan
Ranggalawe, gajah Biru, perang Lumajang dan kup yang terkenal, Ra Kuti Coup d’etat.
Tak seperti gambaran drama
Manhkota Mayangkara atau juga cerita Gajah Mada, yang bersetting kurang lebih
sama, saya menemukan sesuatu yang kurang greget didalam Senopati Pamungkas. Adegan
Perang Kadiri cukup lumayan. Tapi perang yang lain tidak terlalu memuaskan. Adegan
Jayakatwang yang mendongkel Kertanegara berlangsung datar-datar saja. Perang Lumajang
apa lagi, tidak seru sama sekali hanya tersirat dari aksi Halayudha. Begitu juga
dengan Kudeta Ra-Kuti, yang tidak terlukiskan secara gamblang.
Untuk kisah tokohnya, Upasara
Wulung, lumayan memenuhi fantasi kita tentang pendekar jago tak ada tanding. Hal
itu juga digambarkan Arswendo dengan memberi julukan untuk Upasara sebagai ‘Ksatria
Lelanang ing Jagat’ alias Pendekar ter-hebat se dunia. Penggambaran tentang
tokoh Halayudha juga cukup mewakili pikiran pembaca tentang orang yang licik
dan culas bukan main. Satu hal, bagi seorang Arswendo, Keraton dan Raja
sepertinya diatas segalanya hingga penggambaran tentang Majapahit atau Kotaraja
sedkit terabaikan.
Secara garis besar, Senopati Pamungkas
adalah bacaan yang bagus, butuh pemikiran dan nalar. Juga asyik untuk dibaca
bila ada waktu luang. Siapa tahu, mungkin saja..anda menjadi Mahamanusia yang
menguasai jurus-jurus dari kitab Air dan kitab Bumi.
No comments:
Post a Comment